Menjelang sore hari, beberapa orang pemuda berjalan menyusuri jalan kecil di daerah kos-kosan di sekitar kampus terkenal di Yogyakarta. Tidak sebagaimana keumuman pemuda yang lainnya, mereka mengenakan baju koko, celana di atas mata kaki, dan memelihara jenggot meskipun hanya beberapa helai. Anda tahu kiranya kemana mereka hendak menuju? Ya, benar mereka hendak menimba ilmu syar’i. Menghampiri salah satu taman surga yang ada di atas muka bumi, yaitu majelis ilmu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu (agama) maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). Mempelajari ilmu agama, bagi mereka merupakan sebuah kebutuhan, kebutuhan yang sangat primer. Sebab dengan ilmulah jiwa manusia akan mengenal apa yang bermanfaat dan apa yang berbahaya bagi dirinya, di dunia dan di akhirat. Dengan ilmu itu pula, seorang hamba akan mengenal keagungan nama-nama dan sifat-sifat Rabbnya. Dengan ilmu pula, seorang muslim akan mengetahui hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Dzat Yang Maha bijaksana lagi Maha penyayang. Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Manusia jauh lebih membutuhkan ilmu daripada kebutuhannya kepada makan dan minum. Sebab makan atau minum dibutuhkan dalam sehari sekali atau dua kali saja, sedangkan ilmu dibutuhkan sepanjang tarikan nafas.” Tanpa ilmu, maka manusia tak ubahnya seperti binatang, atau bahkan lebih jelek.
Berbicara soal generasi muda, tak lepas dari problema anak muda yaitu hasrat kepada lawan jenisnya. Wajar, kaum lelaki menyenangi kaum wanita. Yang banyak kita jumpai para mahasiswa atau generasi muda pada umumnya sudah tercebur dalam pergaulan dengan lawan jenisnya dengan cara-cara yang tak dibenarkan oleh syari’at, pacaran misalnya. Namun, mungkin akan anda jumpai sekelompok pemuda tadi tidak melakukan perkara-perkara tercela itu. Mereka mengisi waktu mereka untuk hal-hal yang bermanfaat. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah nikmat yang banyak orang menjadi rugi karena tak pandai memanfaatkannya yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Memanfaatkan waktu merupakan kunci kesuksesan. Sampai-sampai orang barat punya semboyan, ‘Time is money’ (waktu adalah uang). Menyia-nyiakan waktu adalah sumber kebinasaan.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya seluruh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. al-‘Ashr : 1-3). Gara-gara menyia-nyiakan waktu manusia akan kehilangan banyak kebaikan. Orang yang mengisi waktunya dengan bermain-main, bercanda hingga melampaui batas, nongkrong di pusat-pusat perbelanjaan, main game, bermain catur, bermain kartu, menonton sinetron atau film, dan lain sebagainya, maka anda akan menemukan bahwa mereka telah kehilangan banyak kebaikan. Satu jam membaca buku agama, jauh lebih berarti daripada satu jam ngobrol tanpa ada tujuan yang jelas. Satu jam mengikuti kajian, jauh lebih berarti daripada mengikuti konser musik dengan penyanyi paling ngetop sekalipun. Setiap orang yang berakal mengakuinya.
Saudaraku, sesungguhnya banyak manusia yang lalai akan kewajiban mereka di alam dunia ini. Mereka menghabiskan energi mereka dan membuang-buang waktunya untuk perkara yang sia-sia atau bahkan berdosa. Padahal, kita juga tahu bahwa kebanyakan manusia adalah orang-orang yang tidak sukses beragama. Apa maksud sukses beragama? Sukses beragama tidak diukur dengan titel, penampilan semata, jabatan di institusi keagamaan, atau yang semacamnya. Yang kita maksud adalah takwa. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat : 13). Takwa tidak hanya dinilai dengan apa yang nampak secara lahir, namun ia juga diukur dengan apa yang tersembunyi, baik di dalam hati ataupun yang tidak dilihat orang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa atau harta kalian, akan tetapi Allah memperhatikan hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).
Mengaku bergama Islam saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan sikap dan perilaku yang islami. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Di antara manusia ada orang-orang yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir’ padahal mereka bukan orang yang beriman.” (QS. al-Baqarah : 8). Mengaku beriman, itu mudah. Namun mengaplikasikan nilai-nilai keimanan ke dalam segenap sisi kehidupan kita tak semudah membalik kertas di atas meja. Iman tidak hanya di lisan, iman harus dibangun dari keyakinan di dalam hati, dan diwujudkan dengan amal perbuatan. Sehingga iman merupakan harta paling berharga dalam diri seorang muslim. Dengan iman itulah seorang muslim akan memperoleh ketentraman hakiki dan hidayah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan petunjuk.” (QS. al-An’am : 82).
Para pemuda tadi, telah dipertemukan oleh Allah di atas ukhuwah imaniyah. Mereka tidak mau larut dalam kerusakan dan penyimpangan yang telah mewabah di masyarakat. Oleh sebab itulah mereka berusaha untuk membentengi diri mereka dengan keimanan. Sementara, iman yang benar dan kokoh tak mungkin dihasilkan dengan hanya berpangku tangan. Menuntut ilmu itulah jalan untuk meraihnya. Sementara ilmu menuntut anda untuk sabar dalam belajar. Sabarlah saudaraku, perjalanan kita masih panjang.. Sesungguhnya kemenangan akan datang bersama dengan kesabaran.